Frase yang menjadi judul tulisan ini, “Menjilat Matahari”, tentu dipopulerkan oleh God Bless, salah satu grup musik legendaris tanah air yang identik dengan vokalisnya, Achmad Albar.
Menjilat Matahari adalah salah satu lagu di album Raksasa, album keempat God Bless yang dirilis tahun 1989.
Lirik Lengkap Lagu Menjilat Matahari
Di suatu hari,
Kududuk sendiri
Di pucuk cemara
Aku merenung
Kujilat angkasa
Kuciumi matahari
Aku lari jauh
Membelah dunia
Kepak sayap
Bentangkan layar
Ombak-ombak
Mandi bertabur bintang
Silaukan mata ..
Ohh Matahari…,
di dalam dekapan
Bagai darah, warnanya merah
Oh… panasnya, bakar sekujur tubuh
Mengoyak jiwa ..
Dunia…
Simpanlah tangis dan duka
(Simpan tangis dan duka)
Yang melanda, harapan sia-sia di kehidupan
(Manusia… manusia) tak mampu bicara
Aku lari jauh
Membelah dunia …
Kepak-kepak sayap
Bentangkan layar
Ombak ombak
Mandi bertabur bintang
Silaukan mata
Dunia…
Simpanlah tangis dan duka
(Simpan tangis dan duka)
Yang melanda, harapan sia-sia di kehidupan
(Manusia… manusia) tak mampu bicara
Pada suatu ketika,
Kududuk sendiri
Di pucuk cemara
Aku merenung
Kujilat angkasa
Kuciumi matahari
Kujilati …
Matahari …
Kujilati …
Matahari …
Matahari …
Jika Anda belum pernah mendengar lagunya (masak iya sih…), silakan klik di sini.
Tafsir dan Makna Lagu
Bagaimana perasaan Anda setelah membaca dan mendengarkan lagu ini? Apakah sudah ikut mengangguk-anggukan kepala sambil bersenandung?
Saya pribadi sangat menyukai lagu ini, walau untuk menafsirkan liriknya tidak semudah mendengarkan musiknya.
Tafsir asli lagu ini hanya dimiliki oleh Jockie Suryoprayogo, sang keyboardist God Bless yang menciptakan lagu ini. Kita hanya bisa memaknainya dari sudut pandang kita masing-masing.
Perpaduan kata-kata dalam lagu ini bukan kata-kata umum yang biasa dijadikan lagu. Coba perhatikan, seberapa banyak lagu saat ini yang menggunakan lirik serumit ini?
Jika menggunakan kiasan, kira-kira, apa yang diibaratkan dengan ‘matahari’? Mengapa harus ‘dijilat’? Mengapa harus didekap padahal panasnya ‘mengoyak jiwa’?
Jockie Suryoprayogo, penerima Lifetime Achievement Anugerah Musik Indonesia 2012, berhasil mengajak kita menyelami makna lebih dalam dari ‘matahari’.
Refleksi dari Sebuah Quote
Pada suatu ketika, saya me-retweet sebuah twit dari @chappyhakim:
“Pemimpin adalah tempat bertanya, saat tidak ada lagi yang mau bertanya, Anda sudah tidak lagi dianggap sebagai pemimpin!”
Lalu saya modifikasi kalimat tersebut dengan mengganti ‘bertanya’ menjadi ‘menjilat’ sehingga menjadi:
“Pemimpin adalah tempat menjilat, saat tidak ada lagi yang mau menjilat, Anda sudah tidak lagi dianggap sebagai pemimpin!”
Bagaimana menurut Anda perbandingan antara kedua quote tersebut?
Bagi saya, keduanya tidak terlalu berbeda, dan bisa berjalan paralel tanpa perlu dipertentangkan. Subjeknya adalah ‘pemimpin’, yang dalam kehidupan sehari-hari lebih terasa sebagai ‘matahari’ dari tata surya lingkungan atau masyarakat yang dipimpinnya.
Matahari dan Tata Surya
Tata surya mengorbit mengelilingi matahari, mendapat energi dan cahaya darinya.
Namun, seharusnya ‘matahari’ tidak boleh dijilat. Karena yang dijilat bukanlah matahari sejati. Yang dijilat hanyalah ‘matahari palsu’, yang suatu saat akan terbenam dan tidak akan terbit lagi esok hari.